Mangrove Jadi Hak Milik, Pengurus LSM KIPFA RI Desak Polres Maros Usut Dugaan Mafia Tanah di Nisombalia
Maros, – Ketua LSM KIPFA RI Maros, Abdul Malik, dengan tegas meminta Polres Maros untuk segera memproses secara hukum oknum Kepala Desa Nisombalia yang diduga telah mengeluarkan surat keterangan (Suket) garapan atas tanah milik negara. Tanah yang dimaksud berada dalam kawasan hutan lindung mangrove yang seharusnya tidak boleh dialihkan menjadi hak milik pribadi.
Menurut Abdul Malik, tindakan ini sangat mencurigakan dan berpotensi merugikan negara serta merusak ekosistem yang telah dilindungi oleh pemerintah pusat. “Lahan tersebut merupakan produk pemerintah yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung mangrove, namun kini malah dijadikan hak milik oleh beberapa pihak. Hal ini jelas melanggar aturan dan harus segera ditindak,” tegasnya.
Lebih lanjut, Abdul Malik menyoroti peran Badan Pertanahan Nasional (BPN) Maros yang dinilainya perlu bertanggung jawab atas kekacauan ini.
Ia menyatakan bahwa BPN harus lebih ketat dalam memeriksa dan memastikan zona kawasan sebelum menerbitkan sertifikat hak milik, guna menghindari terjadinya mafia tanah di Maros.
“Begitu mudahnya masyarakat mendapatkan sertifikat tanpa melalui uji zona kawasan yang ditetapkan membuat kami menduga adanya pelanggaran hukum oleh oknum Kepala Desa Nisombalia terkait batas wilayah tanah negara. Surat tanah yang muncul tersebut menimbulkan kecurigaan adanya keuntungan pribadi yang dicari dengan merugikan warga dan negara,” ujar Abdul Malik.
Ia juga menegaskan bahwa siapa pun yang terlibat dalam kasus ini harus siap menghadapi konsekuensi hukum. Abdul Malik meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera menindak tegas oknum yang diduga sengaja mencari keuntungan dengan cara yang tidak sah.
“Dalam aturan yang jelas, siapa saja yang menguasai tanah negara dengan cara merusak ekosistem alam, layak dikategorikan sebagai pelanggaran berat. Kami harap ini bisa menjadi perhatian serius bagi pihak berwenang,” pungkasnya.
Abdul Malik sebagai pengurus
LSM KIPFA RI berharap Polres Maros dapat segera mengambil langkah tegas agar kasus ini tidak terus berlarut-larut dan menimbulkan kerugian yang lebih besar, baik bagi warga maupun lingkungan.
Sementara itu, Kepala Desa Nisombalia, Rudi, saat dikonfirmasi menyatakan bahwa sertifikat hak milik Ambo Masse dengan nomor sertifikat 02481 tersebut telah diterbitkan pada 14 September 2009, sebelum ia menjabat dengan luasan 28055 Meter persegi.
“Saat lokasi hutan mangrove tersebut dialihfungsikan, kami sebagai pemerintah desa telah melakukan upaya pemberhentian. Namun, pada upaya ketiga kami menahan aktivitas tersebut, pemilik lahan memperlihatkan sertifikat. Setelah kami mengecek di aplikasi, ternyata benar lokasi tersebut telah terdaftar di aplikasi Sentuh Tanahku,” jelas Rudi.
Namun sertifikat tersebut mengalami perubahan hak atas tanah, berdasarkan keputusan menteri agraria dan tata ruang/Kepala Badan pertanahan Nasional Nomor 1339/SK-HK.02/X/2002 tentang pemberian hak atas tanah secara umum, hak milik Nomor 02491/Nisombalia dinyatakan terhapus dan diberikan kembali kepada bekas pemegang hak dengan hak pakai Nomor 0007/Nisombalia dengan jangka waktu 30 tahun
Penjelasan ini merujuk pada keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang mengatur perubahan status hak atas tanah. Berdasarkan keputusan tersebut:
Penghapusan Hak Milik Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 02491/Nisombalia dinyatakan tidak berlaku lagi atau dihapus. Artinya, hak kepemilikan penuh atas tanah tersebut yang sebelumnya dimiliki oleh seseorang atau entitas tidak lagi diakui.
Penggantian dengan Hak Pakai Setelah penghapusan SHM tersebut, tanah yang bersangkutan diberikan kembali kepada bekas pemegang hak (pemilik sebelumnya) tetapi dengan status Hak Pakai yang baru, yaitu dengan nomor sertifikat 00007/Nisombalia. Hak Pakai ini memiliki batas waktu, yaitu 30 tahun, yang berarti pemegang hak hanya berhak menggunakan tanah tersebut selama jangka waktu yang ditentukan, bukan memiliki sepenuhnya seperti dalam hak milik.
Kontradiksi dengan Tahun 2009 keputusan ini mungkin bertentangan atau tampak tidak sesuai jika pada tahun 2009 tanah tersebut masih memiliki sertifikat hak milik. Artinya, jika pada tahun 2009 sertifikat hak milik (SHM) telah diterbitkan, maka mungkin terjadi bahwa setelahnya, pada tahun 2002, telah ada perubahan kebijakan atau peninjauan ulang oleh pihak BPN yang kemudian menghapus status SHM dan menggantinya dengan Hak Pakai.
Secara umum, keputusan ini mungkin diambil oleh pihak BPN karena berbagai alasan, seperti penyesuaian terhadap tata ruang, regulasi baru, atau masalah administrasi yang baru teridentifikasi. Hak Pakai adalah hak yang lebih terbatas dibandingkan Hak Milik, karena hanya memberikan hak untuk memanfaatkan tanah dalam jangka waktu tertentu, sementara Hak Milik memberikan kepemilikan penuh tanpa batas waktu.
Jika masih terdapat ketidakjelasan atau pertanyaan terkait dengan situasi tahun 2009, perlu adanya peninjauan lebih lanjut terhadap dokumen terkait, atau berkonsultasi langsung dengan pihak BPN untuk memahami konteks dan alasan spesifik di balik keputusan tersebut. tutup Malik
Setelah di soal oleh LSM KIPFA RI alih fungsikan lahan mangrove ini telah berproses di polres Maros dan telah memanggil pemilik lahan maupun kepala desa setempat.
Laporan: Syafar
Social Plugin